Author: Desi Anwar
Saya membeli buku ini pada tahun 2023 dengan tiga alasan. Pertama, judul bukunya menarik. Kedua, sampul bukunya sederhana namun menarik. Ketiga, penulisnya adalah Desi Anwar, seorang jurnalis senior terkemuka di Indonesia. Semestinya saya membeli buku ini saat pandemi berlangsung atau setahun setelah pandemi agar saya mendapat rasa dan momentum yang tepat dari buku ini. Namun, kamu tidak perlu menunggu hal tersebut terjadi lagi, kan? Di buku ini, Desi menuliskan gagasan, opini, dan renungannya selama pandemi. Hal-hal yang saya petik dari buku ini antara lain mengenal dan mengendalikan emosi, apakah manusia masih berguna di era maraknya kecerdasan buatan, dan berlatih mati.
Saat saya kecil, saya tidak mendapat pelajaran khusus tentang mengenal emosi dan bagaimana cara mengendalikannya dari orang tua saya maupun pendidikan formal. Alhasil, sebagian keputusan saya disertai dengan hasil yang membuat saya tidak nyaman bahkan menghambat pertumbuhan fisik dan merusak beberapa bagian fisik saya. Andaikan mesin waktu itu ada dan muncul dihadapan saya tanpa meminta syarat yang membahayakan bagi diri saya maupun sekitar, maka saya akan dengan senang hati kembali ke masa lalu dengan membawa serta ingatan ini untuk mencegah kesalahan yang dilakukan di masa lalu.
Desi menaruh perhatian tentang apakah manusia masih berguna saat kecerdasan buatan mendominasi dunia. Algoritma dari kecerdasan buatan secara tidak langsung mengatur pola pikir dan tingkah laku manusia. Bahkan jika terjadi suatu masalah yang tidak bisa diselesaikan setelah diskusi atau musyarawah, kemungkinan besar kecerdasan buatan menjadi pemberi saran dan akhirnya berujung pada penentu keputusan. Hal ini mungkin menyebabkan kecerdasan buatan yang mengganti posisi manusia sebagai esensi yang berakal dan berbudi yang mungkin menyebabkan manusia tidak berguna.
Terakhir, Desi juga menyampaikan bahwa pada akhirnya semua insan makhluk hidup akan mati. Itu adalah sebuah kodrat dan kepastian yang mutlak bagi setiap insan yang hidup pada akhirnya akan mati. Di bab "Kematian" dan "Berlatih Mati", ia beropini bahwa dengan menyadari adanya kematian maka kita harus menjalani hidup ini dengan utuh dan sadar.
I bought this book on 2023 with three reasons. First, the book title is interesting. Second, the book cover simple but attracted. Third, the writer is Desi Anwar, a prominent senior journalist in Indonesia. I should have bought this book during pandemic or one year after pandemic in order to get a feel and right momentum from this book. But, you don't need to wait another pandemic, right? In this book, Desi writes idea, opinion, and reflection during pandemic. Things I get from this book are know and control emotion, are humans still useful in artificial intelligence (AI) era, and practice to death.
When I was kid, I didn't get a special lesson about know emotion and how to control it from my parent and formal education (school). As result, most of my decision leads to things make me uncomfortable even inhibit my growth and harm parts of my body. If time machine exists and appear in front of me without any dangerous requirement for me and around me, then I would love to back into the past with these memories to prevent my past mistake.
Desi pays attention on are humans still useful when AI dominate the world. The algorithm from AI indrectly regulate mindset and behaviour of human. Even if a trouble happened and cannot solved with discussion, most likely artificial intelligence will be the adviser and lead to decision maker. This thing can make AI replace human position as essence of being rational and virtuous and may make humans become useless.
Last, Desi also tell that in the end all live being will be death. This is an absolute nature and certainty for all live being. In chapters "Death" and "Practice to Death", she gives opinions that with awareness of death then we must live fully and consciously.